(Hikmah Maulid Prof. DR. Nasaruddin Umar. M.A.) PART I
By: Farham Rahmat
Santri Khatamun Nabiyyin
Imam besar masjid Istiqlal Jakarta menghadiri maulid Nabi Muhammad. Dalam hikmah maulid beliau menjelaskan bahwa memperingati maulid adalah sebuah kewajiban bagi yang mengaku Nabi Muhammad itu sebagai Rasulullah dan Nabiyullah. Kalau kita mengakui Nabi Muhammad artinya harus memperinganti hari kelahirannya. Apa yang dimaksud memperingati ? yaitu mengaku bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Mengaku artinya muhammad bukan hanya juru bicaranya Allah, namun Muhammad juga pribadi yang sangat kompleks, tajalliyat dari seluruh sifat Allah. Rasulullah masih tetap aktif sampai sekarang. Jangan pernah mengira kalau Rasulullah meninggal lalu passive, karena ruh berpisah tubunya. Tidak, Rasulullah masih aktif dan akan terus aktif.
Prof. Nasaruddin umar memberi contoh sederhana. Kalau mau berangkat haji dengan tubuh, maka harus antri, harus mengurus passport dan administrasi lainnya, namun jika ingin naik haji dengan ruh maka itu bisa kapan saja. Kenapa ? karena badan/tubuh ini terikat dengan dimensi harus naik pesawat dan sebagainya. Ruh tidak perlu mengendarai pesawat, ruh bisa haji kapan saja dan mencium hajar aswad kapan saja. Al-Qur’an menjelaskan dalam surah An-Nisa ayat 64:
“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Dalam kitab-kitab tafsir mu’tabaroh menjelaskan makna ظلموآ أنفسهم artinya aniaya diri sendiri yaitu melakukan dosa besar. Makna جآءوك adalah lalu datang kepadamu Muhammad, (tidak ada keterangan apakah dia datang dalam keadaan Nabi Muhammad masih hidup atau tidak). Datang kepadamu juga bisa diartikan Mendatangi ruh atau mengingat dirimu secara sangat mendalam, Lalu kalimat selanjutnya mengatakan فآستغفروالله artinya memohon ampun kepada Allah. Dilanjutkan dengan kalimat وآستغفر الرسول لهم artinya kemudian meminta engkau Muhammad untuk mengampunkan dosanya, artinya bertawassul memohon ampun kepada Allah melalui Nabi Muhammad. Dengan bertawassul maka pasti Dan pasti لوجدوالله توبا رحيما artinya engkau akan menjumpai aku sebagai Tuhan yang Maha penerima taubat.
Ada banyak kisah yang menggambarkan jelas ayat ini, dalam beberapa riwayat disebutkan dalam kita-kitab tafsir mu’tabaroh. Diceritakan ada seorang pemuda dari pegunugan arab bagian utara, Entah apa yang pernah terjadi dengan pemuda itu, dosa besar apa yang telah diperbuatnya, dia meninggalkan rumahnya di kampung berjalan kaki non stop untuk menjumpai Nabi Muhammad, dalam panas terik matahari diatas gurung pasir menuju ke rumah Rasulullah. Kenapa dia berjalan jauh untuk menemui Rasulullah ? karena ayat yang telah disebutkan tadi. Pemuda ini telah melakukan dosa besar, saking besarnya dia tidak yakin Allah menerima taubatnya, juga tidak yakin Allah akan menerima do’anya.
Melalui perantara Nabi Muhammad, maka Nabi akan memohonkan ampun kepada Allah agar dosanya akan diampuni. Sesampainya di rumah Rasulullah, pemuda ini mendapati semua sahabat dan warga bersedih, lalu pemuda tersebut heran dan bertanya, kenapa kalian bersedih ? salah satu sahabat menjawab, ya fulan…! apakah kamu tidak tahu bahwa Rasulullah itu telah meninggal hari senin yang lalu dan baru dimakamkan tadi.
Nabi wafat hari senin, dan baru dimakamkan hari rabu, tiga hari jenazah Rasulullah terbaring di ranjangnya Sayyidah Aisyah Radiyallahu Anha. Kenapa tidak dimakamkan ? disamping kepala Rasulullah ada Sayyidina Umar Bin Khattab dengan pedang terhunus dan berkata: “Siapa yang mengatakan Rasulullah telah meninggal aku akan tebas lehernya. Nabi tidak wafat, tapi hanya pingsang, seperti pingsangnya Nabi Musa ketika meminta untuk melihat wajah Allah”. Allah berkali kali mengatakan, kamu tidak mungkin melihat aku wahai Musa, bukan aku tidak mampu, tapi kamu yang tidak bisa.
Persis Seperti yang digambarkan oleh Jalaluddin Rumi: “Apa arti sebuah cangkir untuk mewadahi diriku” seolah olah tuhan itu seperti Samudra dan manusia hanya cangkir kecil, apa mungkin cangkir ini menampung samudra ?. Computer juga akan rusak ketika menampung unlimited data. Begitulah Nabi Musa, ketika menampung cahaya Allah, sesaat diperlihatkan cahaya Allah spontan Nabi Musa pingsang, tiga bulan lamanya pingsang, siuman sadar pada saat Nabi Musa meminta ampun kepada Allah.
Nabi Muhammad juga seperti itu, dia hanya pingsang seperti Nabi Musa, kata Sayyidina Umar bin Khattab. Setelah itu sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq turun dari bani saqifah yang saat itu telah terjadi konsolidasi demokrasi yang sungguh luar biasa, suku Khazhraj dan suku Auz berebut kekuasaan, siapa diantara mereka yang akan menggantikan Rasulullah dan mewarisi kepemimpinan Rasulullah. Akhirnya chaos sebab kedua suku ini bersikukuh. Kelompok muhajirin datang sebagai penengah dan peredam, dipimpin oleh sayyidina Abu Bakkar As-Shiddiq.
Terjadi segitiga kekuatan politik yaitu kaum khazhraj, auz dan muhajirin. Dan yang terpilih sebagai pemimpin adalah sayyidna Abu Bakkar, ini menunjukkan kehebatan diplomasi Sayyidina abu bakkar. Kenapa suku Khazhraj dan suku Auz memilih bukan dari kelompok mereka ? malah memilih Sayyindina Abu Bakar dari kelompok muhajirin ? itu karena tiga hari sebelum wafatnya Nabi, beliau sakit tiga hari. Sehingga diutuslah Sayyidina abu bakar untuk menjadi Imam menggantikan Rasulullah.
Abu bakar langsung turun dari konsolidasi saqifah setelah terpilih menjadi khalifah mengganti Raaulullah. Sesampainya di kediaman Sayyidah Aisyah, beliau langsung kaget sebab jenazah Nabi masih terbaring kenapa belum dimakamkan jenazahnya ? Tanya Sayyidina Abu Bakar As-shiddiq padahal sudah tiga hari jenazah Nabi terbaring. Sayyidina Umar yang sangat keras langsung luluh karena Sayyidina abu bakar membacakan surah Al-Imran Ayat 144:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.
Dalam riwayat mengatakan saat malalikat maut mencabut nyawa Nabi, malaikat maut langsung gemetar dan bolak balik dari langit ke bumi, bumi ke langit. Malaikat maut bersenandung: “Mana mungkin aku bisa menjemput nyawa kekasihku dan kekasihmu wahai pemilik nyawa, bagaimana mungkin aku melakukan itu”. Inilah yang membuat malaikat maut bersedih dan sangat menderita. Akhirnya curhat kepada malaikat jibril sesama malaikat saling menasehati. Jibril berkata: “Sudah laksanakan perintah Allah”. Malaikat maut mencabut nyawa dengan sangat sangat sangat lembut, meskipun begitu, Nabi tetap berdoa setelah merasakan berpisahnya antara tubuh dan Ruh “Ya Allah, jika seperti ini proses kematian maka aku mohon, cabutlah nyawa umatku dengan lembut”.
Lanjut kisah, setelah pemuda tersebut mendengar bahwa Nabi wafat, dia pun langsung menangis terseduh seduh, meratap meraung raung. Sahabat menegur, ya fulan, boleh menangis tapi kamu jangan meratapi kepergian Rasulullah. Bukankah Rasulullah pernah berkata “Al-Mayyitu Yauzzibu bi bukai al-hayyi alaihi” artinya mayat itu disiksa karena ratapan orang hidup (HR. Bukhari 1292). Boleh menangisi mayat, seperti Nabi Menangis waktu putra tunggalnya meninggal tapi tidak meraung raung. Pemuda itu menjawab: “izinkan aku melakukan apa yang harus saya lakukan, saya ingin meminta pertolongan kepada Nabi atas dosa besar yang pernah saya lakukan, sementara Nabi sudah meninggal”. Lalu menangis lagi, lebih kencang dari sebelumnya.
Pemuda tersebut tidak bisa ditegur saking sedihnya, sehingga penjaga makam Rasulullah didatangi oleh Rasulullah, (riwayat tidak menjelaskan apakah dalam keadaan mimpi, atau jelmaan, dalam bentuk ruh atau kasyaf). Rasulullah berkata: wahai sahabatku suruhlah pemuda itu berhenti menangis, dan suruhlah bergembira karena Allah telah mengampuni semua dosa dosanya. Ternyata hajat pemuda itu didengar oleh Rasulullah, atau mungkin terusik dengan suara tangisnya, lalu memohonkan ampun kepada allah. Seketika pemuda itu berhenti menangis, kenapa ? karena pemuda itu pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang bermimpi menjumpai diriku, akulah yang betul betul yang dijumpainya, satu satunya wajah yang tidak bisa dipalsukan oleh iblis adalah wajahku”.
Dalam kitab Ibnu Arabi juga diseritakan keberkahan Nabi secara tasawuf. Pernah ada orang yang menziarahi makam Nabi, dari kejauhan dia berangkat, menangis dan menangis di makam Rasulullah, sehingga penjaga makam Nabi memperhatikan lalu menghampiri orang tersebut dan bertanya, kenapa egkau menangis ? dia menjawab saya pernah berdosa, aku mengadu kepada Allah dengan datang dari kejauhan untuk berziarah ke makam Rasulullah seperti ayat dalam Al-Qur’an yang telah disebutkan tadi, penjaga makam tersebut antara tidur dan tidak tiba tiba dia berada dalam keadaan berjumpa dengan Rasulullah. Rasulullah berpesan: Ya fulan, suruhlah orang itu berhenti menangis dan suruhlah tersenyum karena allah telah mengampuni seluruh dosanya.
Rasulullah pergi dan penjaga makamnya pun spontan sadar lagi, dan memberitahukan pesan Rasulullah. Mimpi yang dialami oleh penjaga makam Nabi adalah mimpi mukasyafah atau mimpi, manamat yaitu mimpi yang sejati kebenarannya dari Allah seperti mimpi Nabi Ibrahim menyembelih anaknya dalam surah As-Shaffat ayat: 102
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Atau mimpi Nabi Yusuf yang melihat sebelas bintang yang bersujud kepadanya dalam surah yusuf ayat: 4
“(ingatlah), ketika Yusuf Berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, Sesungguhnya Aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”
Semua kategori mimpi ini adalah benar adanya. Ada lima mimpi dalam Al-Qur’an yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar, saya akan tuliskan pada lembaran selanjutnya secara khusus.
Jakarta, 14 Januari 2019