Salah satu acara andalan Khatam Institute adalah Seminar Nasional Syiar Cinta, yang di mana dalam acara ini semua tokoh dalam semua agama duduk bersama dan menyampaikan materi berkenaan dengan tema yang diusung. Syiar Cinta pada tahun ini tentunya berbeda dengan tahun sebelumnya yang mana pada tahun-tahun sebelumnya Seminar ini diadakan secara offline, namun pada tahun ini Seminar ini diadakan secara online atau daring via zoom pada Sabtu, 22 April 2022. Peserta dalam seminar ini terdiri dari banyak kalangan, mulai mahasiswa, pelajar secara umum dan juga masyarakat. Kegiatan ini dimoderatori oleh Muh. Agus Salim. S.Fil., M.Ag. selaku wakil direktur Khatam Institute.
Acara dibuka oleh pembawa acara dengan mengucapkan salam-salam serta membacakan susunan acara yang akan diikuti bersama. Setelah itu dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Sambutan yang pertama adalah sambutan yang dibawakan oleh ketua pelaksana kegiatan, setelah mengucapkan salam serta puji syukur, ketua pelaksana mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya atas kehadiran narasumber, peserta dan tak lupa berterimakasih atas kerja keras panitia, serta permohonan maaf atas segala kekurangan dalam kegiatan.
Sambutan selanjutnya adalah sambutan dari direktur eksekutif Khatam Institute memperkenalkan kegiatan Syiar Cinta sebagai kegiatan rutin yang konsisten diadakan oleh Khatam Institute dari tahun ke tahun di bawah naungan Pesantren Tinggi Khatamun Nabiyyin.
Kemudian sambutan yang terakhir adalah sambutan dari pimpinan ponpes Khatamun Nabiyyin Kiai Akbar Shaleh B.A. setelah mengucapkan salam serta puji syukur, beliau mengucapkan terimakasih atas kehadiran narasumber serta kerja keras segenap panitia yang bekerja untuk mensukseskan kegiatan ini.
Setelah sambutan berakhir, berlanjut ke Keynote speak yang diwakili olehMenteri Agama Dr. Kiai H. Adib M.Ag. setelah menyampaikan puji syukur dan ucapan terimakasih, beliau menyampaikan bahwa ibadah puasa memiliki makna universal, bukan sekedar makna spiritual melainkan juga mencangkupi makna sosial, puasa adalah salah satu ibadah yang sangat menonjolkan aspek-aspek humanisme luar biasa yang tentu saja dimiliki juga oleh umat beragama lainnya. Adapun, jika ditinjau dari spirit humanisme, dalam berpuasa kita diajarkan untuk memiliki kepekaan sosial yang tinggi, untuk turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang mengalami kekurangan, hidup dibawah garis kemiskinan serta keterbatasan. Dengan merasakan lapar dan dahaga yang sama, kita tentu diharapkan untuk mampu menumbuhkan jiwa humanisme dan melatih kepekaan sosial dalam hidup bermasyarakat.
Adapun penyampaian materi oleh masing-masing narasumber telah dirangkum dalam poin-poin berikut ini:
- Pdt. Yerry Pattinasarany
Pdt. Yerrt Pattinasarany memandang puasa merupakan sebuah budaya yang menarik benang kebersamaan antar umat beragama. Beliau juga menyampaikan makna utama dari puasa adalah untuk mencintai dan mengasihi Tuhan serta mencintai apa-apa yang Tuhan cintai secara general: bangsa, negara, saudara-saudara (baik seiman ataupun tidak) bahkan mereka yang tidak punya agama sekalipun, karena cinta tidak punya agama dan semua agama pasti memiliki cinta. Maka, disinilah seseorang membutuhkan effort yang kuat untuk mengekspresikan cinta terhadap apa yang Tuhan cintai, kemampuan itu ada ketika kita berpuasa, menekan hawa nafsu, menekan ego, serta menekan keangkuhan yang besar. Sebagaimana ajaran Yesus Kristus “kasihilah tuhan dengan segenap hati/jiwa/akal Budi. Lalu kasihilah sesama manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri”. Semangat kebersamaan, semangat puasa, semangat cinta yang kita miliki akan melahirkan Tuhan di hati dan Garuda di dada.
- Bikkhu Dhammashubho Mahathera
Bikkhu Dhammashubho Mahathera memulai penyampaian materinya dengan menyebutkan tiga pilar penyangga utama dari ajaran buddha, diantaranya: Dana (berkenaan dengan amal dan kepedulian sosial), Sila (berkenaan dengan moral atau pagar hati) dan yang terakhir Simadha (berkenaan dengan pengendalian diri), adapun puasa adalah perwujudan dari ketiga pilar tersebut. Dalam pelaksanaannya, struktur kemasyarakatan Buddhis terdiri dari otoritas awam (bagi mereka hanya tunduk pada lima sila yang memerintah untuk menghindari kebohongan, pembunuhan, perselingkuhan, pencurian, dan menahan diri untuk mabuk-mabukan baik narkoba ataupun minuman) dan otoritas rohaniawan yang diharuskan tunduk pada 227 sila, adapun selama dia menjadi bikkhu maka ia akan menjalani puasa. Pelaksanaanyapun variatif, Kalau nilai vegetarian hanya makan sayur tanpa daging dan kalau yang memilih atthasila dia yang dibatasi jenis waktu makanannya dalam 24 jam waktu makannya 6 jam dari jam 6 pagi sampai jam 12 siang waktu setempat selebihnya hanya boleh minum ringan seperti air putih, teh, sirup, atau kopi. Selain itu, agama Buddha juga sangat menjungjung tinggi kalimat “sabbe satta bhavantu sukhitatta” yang bermakna “semoga semua makhluk berbahagia” semua makhluk baik makhluk hidup maupun mati itu indah, udaranya bersih dan darahnya sehat, dunia ini akan aman jika kita menjaga kebersihan batin maka ketika darah tidak bersih atau dicemari itu akan berdampak pada kekotoran batin dan nanti juga akan berdampak pada keamanan dirinya sendiri, orang lain juga lingkungan. Maka penyucian diri dengan cara berpuasa sangat berpengaruh pada kebersihan batin kita juga masyarakat.
- Ws. Liem Liliany Lontoh, SE., M.Ag.
Ws. Liem Liliany Lontoh, SE., M.Ag. membuka penyampaiannya dengan isi dari kitab Kesusilaan atau Richie ke-22 yang berbunyi “ketika tiba waktunya menaikkan semayam seorang susilawan bersuci diri dengan cara berpuasa lahir batin” ini menjelaskan bahwa ibadah puasa dikenal oleh umat beragama Khonghucu sebagai sarana mensucikan diri, menyiapkan batin yang bersih dalam mempersiapkan pelaksanaan sembahyang besar kepada Tuhan yang maha Esa serta sebagai pelatihan untuk mengendalikan diri agar dapat selalu menjaga perilaku, tutur kata dan perbuatan yang tidak melanggar kesusilaan. sehingga jiwa kita sepenuhnya dapat kembali kepada cinta kasih. Adapun jika ditinjau dari bentuknya, puasa digolongkan menjadi dua jenis, diantaranya adalah puasa batin (chie) ini wajib kita lakukan secara continue atau terus-menerus setiap saat oleh umat. Prinsip utama dalam menjalankan puasa ini adalah membatasi diri dari tindak asusila, tidak melihat, medengar, membicarakan dan melakukan tindak asusila.
Adapun puasa jasmani dilakukan menuju sembahyang besar kepada Tuhan dengan tidak mengkonsumsi makanan yang bernyawa seperti daging secara berkala pada hari sembahyang tertentu, bisa juga kita berpantang untuk mengkonsumsi makanan yang lain seperti nasi, makanan yang mengandung rasa atau berpantang makanan apapun pada jam-jam yang telah ditentukan pada hari sebelum kita melakukan sembahyang besar, dengan catatan saat melakukan puasa jasmani kita tidak boleh meninggalkan puasa rohani.
Jangan sampai puasa kehilangan makna hanya karena ketidak seriusan umat di dalam menjalankannya. Hal ini sebagaimana telah diteladankan oleh Nabi Kunce didalam kitab lunyut 7 ayat ke 13 “nabi berhati-hati di dalam hal berpuasa peperangan dan sakit”, kitab Lichi atau kitab kesusilaan “bila tidak siap atau tidak mampu melakukan dengan kesungguhan atau kesiapan lahir batin maka sebaiknya tidak dilakukan ” ayat ini adalah pada gagasan bahwa puasa harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan untuk percobaan bukan pula untuk permainan. Selain itu, beliau juga menyampaikan pesan bahwa Puasa adalah kegiatan multi makna, dia bukan hanya sekedar perintah Tuhan tapi juga merupakan sarana dari pelatihan disiplin diri.
- Anand Krisnha
Diawali dengan penjelasan mengenai elemen yang ada dalam tubuh manusia, tubuh kita terdiri dari unsur api yang kemudian akan mencerna makanan yang kita konsumsi. Hal ini erat kaitannya dengan tradisi nyepi di Bali, kita harus memadamkan listrik yang merupakan bentuk eksternal dari nyepi, adapun bentuk internalnya adalah kita mengistirahatkan elemen api yang ada dalam diri dengan berpuasa. Selain itu, jika kita merujuk pada aspek kesehatan dari karya-karya kuno, dari dulu kita selalu dianjurkan untuk makan waktu matahari masih ada (sekitar pulul 06:00 pagi) hingga matahari terbenam (sekitar pukul 17:30 sore) kemudian tidak makan lagi sampai besok harinya, posisi matahari sangat diperhatikan karena ada kaitanya dengan unsur api yang merupakan elemen dalam tubuh kita. Kegiatan puasa ini juga beragam, ada yang melakukannya sekali dalam sebulan, dua kali dalam sebulan atau hanya berapa kali dalam sebulan bergantung pada tradisi yang diikuti. Dengan berpuasa kita menjaga diri untuk tidak hiperaktif (berlebih-lebihan) yang kemudian akan menimbulkan berbagai persoalan seperti, kenaikan tensi darah, obesitas, membuang waktu, boros, dan persoalan lainnya. Dalam pandangan buddhis, puasa berasal dari kata Upavasa maknanya bukan hanya sebatas menahan haus dan lapar saja, melainkan Menarik diri dari obsesi akan segala sesuatu secara sukarela, tanpa paksaan atau dengan penuh kesadaran bahwa keinginan-keinginan itu harus ada plafonnya dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Hal ini bertujuan membersihkan manasika (pikiran), vacaka (wacana), dan kayak (badan) sebelum mendekatkan diri kepada yang maha kuasa. Waktu yang sebelumnya kita gunakan untuk obsesi yang hiperaktif bisa digunakan untuk bermeditasi. Di dalam tradisi agama Islam, setelah berbuka puasa biasanya melakukan shalat tarawih sebagai spiritual gathering, sedangkan dalam tradisi Hindu kita akan melakukan sangha satya, sangha berarti berkumpul dan satya adalah kebenaran, maka sangha satya dalam tradisi Buddhis memenggal 10 kepala kelemahan yang ada dalam diri kita, berkumpul untuk mencari kebenaran.
- Dr. H. Nadirsyah Hosen. LL.M., M.A., Ph,D.
Dibuka dengan sepenggal hadist dari Nabi Muhammad S.A.W: ”kebaikan itu adalah berakhlak mulia dan dosa/kejelekan itu adalah sesuatu yang menggelisahkan jiwa” Dr. H. Nadirsyah Hosen kemudian menyampaikan materinya, hati adalah tolak ukur kebaikan dan keburukan. Ada tiga kebutuhan dasar manusia diantaranya adalah makan, minum, dan seks dimana ketiganya ini sebenarnya bernilai baik, akan tetapi bisa berubah menjadi perbuatan buruk ketika kita melampaui batas dalam pelaksanaannya. Puasa yang merupakan ibadah klasik, tradisional, dan paling tua usianya hadir diantara kita untuk melatih kita agar tidak melampaui batas dalam menggapai kebutuhan-kebutuhan di atas. Selain itu, beliau juga menyampaikan sebuah riwayat mengenai tingkatan orang yang berpuasa dari Imam Al-Ghazali sebagai berikut: “tiga tingkatan orang berpuasa yang pertama puasanya orang awam yang kalau puasa itu ujungnya hanya menahan lapar dan dahaga saja, yang kedua puasa khos adalah orang yang yang bukan hanya menahan lapar dan dahaga akan tetapi puasa dari panca indra yaitu tangannya tidak lagi mengambil yang bukan haknya matanya tidak lagi jejalatan. Puasa tingkat ke-3 yaitu khawasul khawas orang khusus dan yang paling khusus, puasanya sudah abstrak bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga ataupun pancaindra, akan tetapi sudah puasa batin. Melatih membersihkan pikiran, mensucikan pikiran perkataan dan perbuatan serta tidak memandang jelek atau bersuudzon dengan orang lain.”
Seperti yang sudah dijelaskan, puasa adalah ibadah dengan usia paling tua diantara ibadah yang lain, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa puasa merupakan warisan peradaban yang harus kita jaga sebagaimana bisa kita lihat dari Qs. Al-Anbiya: 15 yang menjelaskan bahwa bumi dan seisinya hanya pantas diserahkan kepada orang Soleh, orang soleh adalah mereka yang tidak merusak di bumi (baik di laut maupun di darat) keberlangsungan peradaban manusia ini berada di tangan orang yang mampu memaksimalkan potensi kemanusiaannya, pada saat yang sama terus berlatih mengontrol tabiat jelek agar tidak melampaui batas, membangun serta memperindah bumi dengan cinta kasih yang telah dianugerahkan untuk kita miliki. Beliau juga menambahkan mengenai Penafsiran agama yang paling hakiki adalah penafsiran yang disadari cinta dan kasih. Bismillahirohmanirohim “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang “.
Setelah semua pemateri memaparkan materinya dan semua rangkaian acara berakhir, acara terakhir adalah Doa dan penutupan. Pembacaan doa dipimpin langsung oleh ustadz Anwar Nasihin B.A, wakil empat ponpes Khatamun Nabiyyin yang membawahi Khatam Institute, pembacaan doa berlangsung khidmat dan khusyuk sesuai kepercayaan masing-masing.
Mantap masyaAllah tabarakAllah
Pesantren yang luar biasa, kegiatannya mantap